Nama Lengkap: KH Hasyim Asy'ari
Tanggal Lahir: 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H)
Tempat Lahir : Demak, Jawa Tengah
Wafat: Jombang, Jawa Timur, 7 September 1947
Ayah: Kiai Asyari
Ibu: Halimah
Istri:
Nyai Nafiqoh
Nyai Masruroh
Anak:
Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Chotijah, Muhammad Ya’kub.
Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fatimah, Chotijah, Muhammad Ya’kub.
KH Hasyim Asy'ari lahir pada
tanggal 10 April 1875 di Demak, Jawa Tengah. Beliau merupakan pendiri
pondok pesantren Tebu Ireng dan juga perintas salah satu organisasi
kemasyarakatan terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Beliau
juga dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain
mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca
buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.
Semenjak kecil hingga berusia
empat belas tahun, KH Hasyim Asy'ari mendapat pendidikan langsung dari
ayah dan kakeknya, Kiai Asyari dan Kyai Utsman. Hasratnya yang besar
untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya,
ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren
karena kepandaian yang dimilikinya.
Karena Hasrat tak puas akan ilmu
yang dimilikinya, Beliaupun belajar dari pesantren ke pesantren lain.
Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren
Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren
Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai
Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu.
Di tahun 1892, KH Hasyim Asy'ari
menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru
pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang
hadis. Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor,
Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai
Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi
pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun
1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebu Ireng, menjadi
pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.
Dalam perjalanan pulang ke tanah
air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke
Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di
Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa
pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan
Pesantren Tebu Ireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam
tradisional.
Dalam pesantren itu bukan hanya
ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri
belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi
pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya
itu mendapat reaksi masyarakat sebab dianggap bidat. Ia dikecam, tetapi
tidak mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti
memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk
terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai
Hasyim Asy'ari.
Meski mendapat kecaman,
pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan
pertamanya berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga
menjadi besar.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama
dengan tokoh-tokoh Islam tradisiona lainnya, Kiai Hasyim Asy’ari
mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi
ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari
pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama
teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani
kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat. Organisasi
ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun
perkotaan di Jawa. Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, ia tetap
bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah
perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia
mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar
asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya.
Dengan alasan yang tidak
diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy'ari ditangkap.
Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia
dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan
itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya
di Tebuireng.
Setelah Indonesia merdeka,
melalui pidato-pidatonya K.H. Hasyim Asy’ari membakar semangat para
pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan.
Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan
dimakamkan di Tebuireng.
Referensi: http://www.tokohindonesia.com dan http://id.wikipedia.org/wiki/Hasyim_Asyari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar